Fashion Rhapsody, four Desainer Bicara Kerusakan Alam Lewat Busana

JawaPos.com – Panggung mode tak hanya bicara soal tren busana, kemewahan, dan eksistensi para desainer akan karyanya. Tapi lewat tangan dingin para desainer, trend bisa menjadi wadah penggerak untuk perubahan. Seperti ikut mengkritisi kerusakan lingkungan yang kini sudah semakin masif.

Bertemakan Harmoni Bumi, keempat desainer yang terlibat dalam Fashion Rhapsody yakni Yulia Fandy, Chintami Atmagara, Ayu Dyah Andari, dan Ariy Arka berusaha mengajak dan menyadarkan masyarakat untuk berhenti merusak alam. Para founder Fashion Rhapsody ini sepakat kalau dunia fashion harus bisa berjalan beriringan dengan alam yang indah.

“Harus diakui kalau dunia trend juga menyumbang limbah terbesar yang mengganggu keseimbangan alam. Jadi berangkat dari situ dan melihat maraknya bencana, kami ingin acara style yang beda,” ujar Ariy selaku Ketua Penyelenggara saat konferensi pers Pre-event Fashion Rhapsody ‘Harmoni Bumi’ beberapa waktu lalu di Jakarta.

Fashion Rhapsody sendiri akan diadakan pada Agustus 2019 dengan mengangkat tema Harmoni Bumi. Dengan adanya agenda Pre-event Harmoni Bumi ini diharapkan makin banyak para desainer Indonesia yang ikut tergerak untuk terlibat. Sehingga tak hanya berkarya tapi juga memikirkan bagaimana caranya tetap menjaga kelestarian alam.

Pasalnya, ungkap Ariy, selama ini masyarakat memandang dunia style hanyalah panggung kemewahan penuh hura-hura. Dengan adanya pesan sosial yang dibawa dalam Fashion Rhapsody, masyarakat bisa menangkap poin berbeda dari ajang mode kebanyakan.

“Konsep ini sangat berbeda dengan trend week lainnya. Dengan konsep full dekorasi, kita ingin menciptakan taking care akan bumi,” lanjutnya.

Dalam Pre-occasion Fashion Rhapsody ‘Harmoni Bumi’, keempat desainer juga menunjukkan koleksi busananya yang terinspirasi dari kerusakan alam. Ariy sendiri berusaha mengkritik para pengrusak hutan lewat karyanya yang tak biasa.

Koleksi Ariy Arkan untuk Pre-event Fashion Rhapsody ‘Harmoni Bumi’. (Tim Muara Bagdja)

Dengan tata panggung seperti tanah tandus yang dipenuhi ilalang kering dan pohon mati, para mannequin keluar dengan mengenakan masker topeng. Ariy menerjemahkan kerusakan alam dengan permainan warna cokelat, hitam, hijau dan putih.

Salah satunya outerberupa coat panjang dan jaket dengan element tali pada pinggang berwarna hijau yang dipadukan celana cokelat. Lewat mix and match ini Ariy memperlihatkan bagaimana tumbuhan yang dulu hijau kini berganti kering berguguran akibat ulah manusia.

Terlihat juga penggunakan materials plastik dalam jaket. Ini bentuk keprihatinan dirinya akan limbah plastik yang terus bertambah. Bahkan terus mengancam kehidupan biota laut.

“Inspirasi saya memang bukan keindahannya, tapi kerusakan bumi. Ingin memperlihatkan kerusakan yang mungkin dilakukan satu orang tapi merugikan seluruh makhluk,” tukasnya.

Koleksi Ayu Dyah Andari dalam Pre-event Fashion Rhapsody ‘Harmoni Bumi’. (Tim Muara Bagdja)

Sedangkan desainer Ayu Dyah Andari, yang masih mengedepankan rancangannya berupa gaun malam atau pesta, bermain dengan warna-warna gurun pasir seperti krem, hijau lumut, coklat muda, khaki, dan gading. Membawakan 15 appears, koleksi Ayu kali ini terinspirasi dari dessert rose, yang terbentuk dari air, pasir, dan angin.

“Dessert rose itu berupa kristal yang bentuknya seperti kelopak bunga,” terang Ayu.

Mawar gurun ini terlihat sebagai pemanis busana yang dibentuk dengan bordir tiga dimensi. Selain itu, Ayu memilih menggunakan bahan see-through yang tipis dan dibentuk berbiku-biku lalu dipadankan dengan bahan tebal yang memberi kesan kokoh.

Chintami Atmanagara mempersembahkan koleksi yang terinspirasi dari keindahan bebatuan. (Tim Muara Bagdja)

Masih dengan potongan gaun pesta, Chintami Atmanagara memperlihatkan detail bebatuan alam yang dipadukan dengan tenun Garut berbahan organdi. Jika biasanya tenun Garut dijadikan selendang, namun tidak dengan Chintami.

Ia justru menyulap tenun organdi tersebut menjadi bagian dari punggung busana, depan blus atau lengan yang dipadankan dengan rok mini, midi, dan maksi, atau terusan berbahan lain seperti tafetta, sutera, dan thai silk.

Mengusung tema Gaia, desainer Yulia Fandy mengedepankan kesederhanaan dalam koleksi busananya. (Tim Muara Bagdja)

Terakhir, desainer Yulia Fandy hadir dengan koleksi bertema Gaia, yang dalam bahasa Yunani bermakna ibu bumi (mom earth). Gaia menyuarakan kesederhanaan lewat rancangan yang polos dan berwarna lembut seperti krem, hijau muda, coklat, serta putih.